12.20.2012

Pembakuan NaOH 0,1 N


A.    Hari/Tanggal
Senin, 29 Oktober 2012

B.     Tujuan
1. Dapat mengetahui volume titrasi yang akan dibutuhkan dalm percobaan ini.
2. Dapat membuat larutan baku dari bahan cair dengan konsentrasi tertentu

C.    Dasar Teori
            Analisa volumetrik (titimetrik) merupakan bagian dari kimia analisa kuantitatif, dimana penentuan zat dilakukan dengan cara pengukuran volume larutan atau berat zat yang diketahui konsentrasinya yang bereaksi secara kuantitatif dengan larutan yang ditentukan. Larutan yang diketahui konsentrasinya tersebut dinamakan larutan baku atau titran. Larutan baku (standar) adalah larutan yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti, dan konsentrasinya biasa dinyatakan dalam satuan N (normalitas) atau M (molaritas). Senyawa yang digunakan untuk membuat larutan baku dinamakan senyawa baku.
Senyawa baku dibedakan menjadi dua, yaitu :
1.   Baku primer adalah bahan dengan kemurnian tinggi yang digunakan untuk membakukan larutan standar dan untuk membuat larutan baku yang konsentrasi larutannya dapat dihitung dari hasil penimbangan senyawanya dan volume larutan yang dibuat. Contohnya : HCO . 2HO, Asam Benzoat (CHCOOH), NaCO, KCrO, AsO, KBrO, KIO, NaCl, dll.
Syarat-syarat baku primer :
a.       Diketahui dengan pasti rumus molekulnya
b.      Mudah didapat dalam keadaan murni dan mudah dimurnikan
c.       Stabil, tidak mudah bereaksi dengan CO, cahaya dan uap air
d.      Mempunyai BM yang tinggi
2.   Baku sekunder adalah bahan yang telah dibakukan sebelumnya oleh baku primer kareana sifatnya yang tidak stabil, dan kemudian digunakan untuk membakukan larutan standar. Contoh : larutan natrium tiosulfat pada pembakuan larutan iodium.
                        Titran ditambahkan melalui buret. Dalam volumetrik, penentuan zat dilakukan dengan cara titrasi yaitu suatu proses dimana larutan baku atau titran (dalam bentuk larutan yan diketahui konsentrasinya) ditambahkan sedikit demi sedikit sampai bereaksi sempurna dengan larutan yang akan ditentukan konsentrasinya dan mencapai jumlah ekivalen secara kimia. Pada kondisi tersebut mol ekivalen larutan yang dititrasi dan titik akhir titrasi ini dinamakan titik ekivalen atau titik akhir teoritis. Titik Ekuivalen adalah titik dimana terjadi kesetaraan reaksi secara stokiometri antara zat yang dianalisis dan larutan standar. Pada umumnya, titik ekuivalen lebih dahulu dicapai lalu diteruskan dengan titik akhir titrasi. Ketelitian dalam penentuan titik akhir titrasi sangat mempengaruhi hasil analisis pada suatu senyawa. Untuk menggetahui kesempurnaan berlansungnya reaksi maka digunakan suatu zat yang disebut indicator. Indikator adalah zat yang ditambahkan untuk menunjukkan titik akhir titrasi telah di capai. Umumnya indikator yang digunakan adalah indikator azo dengan warna yang spesifik pada berbagai perubahan pH. Indicator tersebut akan menyebabkan perubahan warna larutan.
            Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan analisis volumetrik adalah sebagai berikut :
1.      Reaksinya harus berlangsung sangat cepat.
2.      Reaksinya harus sederhana serta dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi yang kuantitatif/stokiometrik.
3.      Harus ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekuivalen tercapai, baik secara kimia maupun secara fisika.
4.      Harus ada indikator jika reaksi tidak menunjukkan perubahan kimia atau fisika. Indikator potensiometrik dapat pula digunakan.

Analisis volumetri
                        Megukur volume larutan adalah jauh lebih cepat  dibandingkan dengan menimbang berat suatu zat dengan suatu metode gravimetri.  Akurasinya sama dengan metode gravimetri, analisi volumetric juga dikenal sebagai titrimetri, dimana zat yang akan dianalisis dibiarkan bereaksi dengan zat lain yang konsentrasinya diketahui dan dialirkan dalam buret dalam bentuk larutan.  Konsentrasi larutan yang tidak diketahui (analit) kemudian dihitung, maka syaratnya adalah reaksi harus berlangsung secara cepat, reaksi berlangsung kuantitatif dan tidak ada reaksi samping, selain itu jika reagen penitrasi yang diberikan berlebih, maka harus dapat diketahui dengan suhu indicator.


NaOH (natrium hidroksida)
                  Natrium hidroksida (NaOH), juga dikenal sebagai soda kaustik atau sodium hidroksida, adalah sejenis basa logam kaustik. Natrium Hidroksida terbentuk dari oksida basa Natrium Oksida dilarutkan dalam air. Natrium hidroksida membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air. Ia digunakan di berbagai macam bidang industri, kebanyakan digunakan sebagai basa dalam proses produksi bubur kayu dan kertas, tekstil, air minum, sabun dan deterjen. Natrium hidroksida adalah basa yang paling umum digunakan dalam laboratorium kimia. Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50%. Ia bersifat lembap cair dan secara spontan menyerap karbon dioksida dari udara bebas. Ia sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan. Ia juga larut dalam etanol dan metanol, walaupun kelarutan NaOH dalam kedua cairan ini lebih kecil daripada kelarutan KOH. Ia tidak larut dalam dietil eter dan pelarut non-polar lainnya. Larutan natrium hidroksida akan meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas.

H2C2O4 (Asam oksalat)
                  Asam oksalat adalah asam dikarboksilat yang hanya terdiri dari dua atom C pada masing-masing molekul, sehingga dua gugus karboksilat berada berdampingan. Karena letak gugus karboksilat yang berdekatan, asam oksalat mempunyai konstanta dissosiasi yang lebih besar daripada asam-asam organik lain. Besarnya konstanta disosiasi (K1) = 6,24.10­­­­-2 dan K2 = 6,1.10-5). Dengan keadaan yang demikian dapat dikatakan asam oksalat lebih kuat daripada senyawa homolognya dengan rantai atom karbon lebih panjang. Namun demikian dalam medium asam kuat (pH <2) proporsi asam oksalat yang terionisasi menurun.

D.    Alat dan Bahan

Alat :
1  .Beaker glass
2  .
Buret
3.  Labu ukur
100 ml
4.
 Erlenmenyer
5.
 Pipet tetes
6.
 Batang pengaduk
7. Sendok plastik
8. Botol semprot
9. Statif
10. Klem
11. Kaca arloji
12.
 Boadsheet
13. Neraca analitik digital
14. Pipet gondok 25 ml
15. Corong

            Bahan :
1.    Asam Oksalat (H2C2O4)
2.    Natrium Hidroksida (NaOH)
3.    Indikator Phenolphtalien (PP)
4.    Aquades
5.    Tisu    

E.     Cara Kerja
1.    Pembuatan Larutan Asam Oxalat (H2C2O4)
a.    Siapkan alat dan bahan yang diperlukan.
b.    Bilas alat gelas  dengan  menggunakan aqudes masing-masing sebanyak 3 kali,                         kecuali      botol timbang.
c.    Menimbang  asam oksalat dengan menggunakan neraca analitik digital. Langkah                     menimbang :
1)     Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan untuk proses penimbangan.
2)     Menghubungkan neraca dengan daya listrik untuk proses warming-up selama 5-10 menit.
3)     Menghidupkan neraca dengan menekan tombol ON. Pastikan neraca dalam keadaan datar.
4)     Memastikan neraca dalam keadaan 0,00 g, jika belum maka menekan tombol zero untuk mengenolkan.
5)     Meletakan botol timbang dan tutup botol ( dalam posisi di miringkan) di dalam neraca.
6)     Mencatat berat setelah skala menunjukan stabil.
7)     Melakukan perhitungan secara tepat.
8)     Meletakan asam oksalat secara kontinyu dengan menggunakan sendok.
9)     Menghentikan penambahan pada kurang lebih 10 % berat yang ditimbang.
10) Mencatat berat jika neraca sudah dalam posisi stabil.
d.   Tambahkan aquades pada botol timbang yang berisi H2C2O4 sekitar ¼ sampai 1/3 volume botol timbang.
e.    Aduk dengan menggunakan pengaduk agar homogen.
f.     Pindahkan larutan ke dalam labu ukur 100 ml yang telah dipasang corong yang disisipkan tisu.
g.    Tempelkan ujung batang pengaduk ke dinding corong. Jangan lupa ketika menuang, alirkan melalui batang pengaduk.
h.    Ulangi sampai benar-benar tidak ada zat yang tersisa di dalam botol timbang.
i.      Bilas corong dengan aquadest (semprot dinding corong secara mengeliling), kemudian letakan dalam posisi tengkurap.
j.      Tambahkan aquades dan dikocok, tambahkan sampai 0,5 cm dibawah tanda tera.
k.    Lalu keringkan batang labu ukur dengan menggunakan kertas saring.
l.      Tambahkan aquades sampai miniskus bawah tepat mengenai tanda tera dengan menggunakan pipet tetes.
m.  Setelah itu, tutup labu ukur dan homogenkan.
n.    Pindahkan larutan ke dalam labu erlemeyer sebanyak 25 ml menggunakan pipet volume.

2.    Pembuatan larutan standardisasi larutan NaOH 0.1 N dengan asam oksalat 0.1 N
a.    Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam proses titrasi.
b.    Membilas buret sebanyak 3 kali dengan menggunakan aquades kemudian dibilas dengan menggunakan larutan NaOH 0,1 N
c.    Memasang buret pada statif.
d.   Memasang corong pada buret dan masukan larutan NaOH ke dalam buret. Catat volume awal sebelum dilakukan titrasi.  
e.    Meletakan labu erlenmeyer yang terisi larutan asam oxalate 0,1 N dan penambahan  aquades 25 ml juga 3 tetes indikator PP 1%.
f.     Titrasi dengan NaOH 0.1 N. Saat  proses titrasi tangan kiri memutar dan mengatur kran buret dan tangan kanan mengoyangkan labu Erlenmeyer, jika warna berubah menjadi rose tipis hentikan penambahan NaOH dengan menutup kran.
g.    Setelah berubah catat volume akhir titrasi, kemudian hitung hasil akhir titrasi.

F.     Hasil praktikum
1.    Menimbang Asam oksalat dengan neraca analitik digital.
Benda yang ditimbang
Berat
Botol timbang
16,5850 gr
Asam Oksalat
0.63 gr
Berat total
17, 2150 gr

Benda yang ditimbang
Berat
Botol timbang
16,5850 gr
Asam Oksalat
0, 662 gr
Berat total
17, 2472 gr

2.    Membuat larutan asam oksalat 0,1 N 100 ml.
Terbentuk larutan asam oksalat 0,1 N sebanyak 100 ml dari hasil pelarutan.
3.    Titrasi
1)      Volume Awal = 47,55 ml
Volume Akhir = 19,75 ml
Volume Akhir Titrasi = 47,55 – 19,75 =27,80 ml

2)      Volume Awal = 43,13 ml
Volume Akhir = 15,75 ml
Volume Akhir Titrasi = 43,13 – 15,75 = 27,38 ml

3)      Volume Awal = 35,87 ml
Volume Akhir = 8,73 ml
Volume Akhir Titrasi = 35,87 – 8,73 = 27,14 ml

G.    Pembahasan
1.    Titrasi adalah pengukuran suatu larutan dari suatu reaktan yang dibutuhkan untuk bereaksi sempurna dengan sejumlah reaktan tertentu lainnya. Titrasi juga merupakan suatu metoda untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai “titran” dan biasanya diletakan di dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai “titer” dan biasanya diletakkan di dalam “buret”. Baik titer maupun titrant biasanya berupa larutan. Percobaan kali ini menggunakan titrasi asam basa karena melibatkan reksi asam basa / reaksi penetralan .Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya.
2.    Titran ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekuivalen ( artinya secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai “titik ekuivalen” dimana larutan hanya mengandung garam dan air.
3.    Pada percobaan ini digunakan asam oksalat untuk membuat larutan baku primer, yaitu larutan yang dibuat dengan ketelitian tinggi. Larutan ini digunakan untuk standarisasi larutan NaOH.
4.    Digunakannya indikator PP (fenolfthalein) dikarenakan trayek pH indicator PP adalah 8,3 – 10 dimana trayek pH ini adalah dekat dengan pH titik ekuivalen titrasi HCl-NaOH yaitu pada pH 7. Pemilihan indicator yang baik adalah setidak-tidaknya antara -1 pH titik ekuivalen sampai dengan +1 pH titik ekuivalen.
5.    Perhitungan
Asam Oksalat 0.1 N , 100 ml
                 BM = 126, BE = 63

a.    Menentukan valensi asam oksalat (H2C2O4)
n = BM/BE
= 126/63
= 2
b.    Menentukan massa H2C2O4
N  = n M
= n x gr/Mr.L
0,1= 2 x gr/126 x 0,1
gr = 1,26/2 
   = 0,63 gr
c.    Menentukan normalitas H2C2O4
n = BE/BM
   = 126/63
   = 2
N= gram/BM X 100/Volume x valensi
   = 0,6622/126 x 1000/100 x 2
   = 0,1051 N

d.      Menentukan normalitas NaOH dalam titrasi.
Titrasi 1 :
mek NaOH        =          mek H2C2O4
27,80 x N           = 25 ml x  0,1051
N                        = 2,6275/27,80
                           = 0,0945 N

Titrasi 2 :
mek NaOH        =          mek H2C2O4
27,38 x N           = 25 ml x  0,1051
N                        = 2,6275/27,38
                           = 0,0959 N

Titrasi 3:
mek NaOH        =          mek H2C2O4
27,14 x N           = 25 ml x  0,1051
N                        = 2,6275/27,14
                           = 0,0968 N

e.       Menentukan normalitas rata-rata.
NX =( 0,0945+0,0959+0,0968)/3
      = 0,0957 N

f.       Menentukan rata-rata selisih.
Rata- rata selisih = (N1 -NX)+ (N2-NX)+ (N3-NX)/3
                            =  ( 0,0945-0,0957)+( 0,0959-0,0957)-( 0,0968-0,0957)/3
                            = 0,0012+0,0002+0,0011 /3
                            = 0,0008 N

g.      Menentukan volume selisih.
% V selisih = 0,0008/0,0957 x 1000 btr
                  =8,360 btr


H.    Kesimpulan
1.    Pengambilan volume larutan asam oksalat 0,1 N harus tepat 25 ml oleh karena itu pengambilan menggunakan pipet volum.
2.    Untuk membuat larutan asam oksalat 0,1 N ditimbang 0,63 gr asam oksalat padat dalam 100 ml aquades.
3.    Untuk larutan asam oksalat 0.1 N ditambahkan aquades 25 ml dan 3 tetes indikator PP 1%, kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0.1 N maka akan berubah warna menjadi rose tipis.
4.    Pada titrasi pertama didapatkan volume awal sebanyak 47,5 ml dan volume akhir 30,2 ml sehingga didapat volume titrasi 17,3 ml. Pada titrasi kedua didapatkan volume awal sebanyak 43,00 dan volume akhir 25,5  sehingga volume titrasi 17,5  ml.


I.       Daftar pustaka
Underwood.R.A Day, JR.2002. Analisis Kimia Kuantitatif, edisi 6,Jakarta: Gramedia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar