A.
Hari/Tanggal
Senin, 29 Oktober 2012
B. Tujuan
1. Dapat mengetahui volume titrasi yang akan dibutuhkan dalm percobaan ini.
2. Dapat membuat larutan baku dari bahan cair dengan konsentrasi tertentu
1. Dapat mengetahui volume titrasi yang akan dibutuhkan dalm percobaan ini.
2. Dapat membuat larutan baku dari bahan cair dengan konsentrasi tertentu
C.
Dasar
Teori
Analisa volumetrik (titimetrik)
merupakan bagian dari kimia analisa kuantitatif, dimana penentuan zat dilakukan
dengan cara pengukuran volume larutan atau berat zat yang diketahui
konsentrasinya yang bereaksi secara kuantitatif
dengan larutan yang ditentukan. Larutan yang diketahui konsentrasinya tersebut
dinamakan larutan baku atau titran. Larutan baku (standar) adalah
larutan yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti, dan konsentrasinya
biasa dinyatakan dalam satuan N (normalitas) atau M (molaritas). Senyawa yang
digunakan untuk membuat larutan baku dinamakan senyawa baku.
Senyawa baku dibedakan
menjadi dua, yaitu :
1. Baku primer adalah
bahan dengan kemurnian tinggi yang digunakan untuk membakukan larutan standar
dan untuk membuat larutan baku yang konsentrasi larutannya dapat dihitung dari
hasil penimbangan senyawanya dan volume larutan yang dibuat. Contohnya : H₂C₂O₄ . 2H₂O, Asam Benzoat (C₆H₅COOH), Na₂CO₃, K₂Cr₂O₇, As₂O₃, KBrO₃, KIO₃, NaCl, dll.
Syarat-syarat baku
primer :
a. Diketahui dengan pasti
rumus molekulnya
b. Mudah didapat dalam keadaan
murni dan mudah dimurnikan
c. Stabil, tidak mudah
bereaksi dengan CO₂, cahaya dan uap air
d. Mempunyai BM yang
tinggi
2. Baku sekunder adalah
bahan yang telah dibakukan sebelumnya oleh baku primer kareana sifatnya yang
tidak stabil, dan kemudian digunakan untuk membakukan larutan standar. Contoh :
larutan natrium tiosulfat pada pembakuan larutan iodium.
Titran
ditambahkan melalui buret. Dalam
volumetrik, penentuan zat dilakukan dengan cara titrasi yaitu suatu proses
dimana larutan baku atau titran (dalam bentuk larutan yan diketahui konsentrasinya)
ditambahkan sedikit demi sedikit sampai bereaksi sempurna dengan larutan yang akan ditentukan
konsentrasinya dan mencapai jumlah ekivalen secara kimia. Pada kondisi tersebut
mol ekivalen larutan yang dititrasi dan titik akhir titrasi ini
dinamakan titik ekivalen atau titik akhir teoritis. Titik Ekuivalen adalah
titik dimana terjadi kesetaraan reaksi secara stokiometri antara zat yang
dianalisis dan larutan standar. Pada umumnya, titik ekuivalen lebih dahulu
dicapai lalu diteruskan dengan titik akhir titrasi. Ketelitian dalam penentuan
titik akhir titrasi sangat mempengaruhi hasil analisis pada suatu senyawa. Untuk menggetahui kesempurnaan berlansungnya reaksi maka
digunakan suatu zat yang disebut indicator. Indikator
adalah zat yang ditambahkan untuk menunjukkan titik akhir titrasi telah di
capai. Umumnya indikator yang digunakan adalah indikator azo dengan warna yang
spesifik pada berbagai perubahan pH. Indicator tersebut akan menyebabkan perubahan warna larutan.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat
dilakukan analisis volumetrik adalah sebagai berikut :
1. Reaksinya harus
berlangsung sangat cepat.
2. Reaksinya harus
sederhana serta dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi yang
kuantitatif/stokiometrik.
3. Harus ada perubahan
yang terlihat pada saat titik ekuivalen tercapai, baik secara kimia maupun
secara fisika.
4. Harus ada indikator
jika reaksi tidak menunjukkan perubahan kimia atau fisika. Indikator
potensiometrik dapat pula digunakan.
Analisis volumetri
Megukur
volume larutan adalah jauh lebih cepat dibandingkan dengan menimbang
berat suatu zat dengan suatu metode gravimetri. Akurasinya sama
dengan metode gravimetri, analisi volumetric juga dikenal sebagai titrimetri,
dimana zat yang akan dianalisis dibiarkan bereaksi dengan zat lain yang
konsentrasinya diketahui dan dialirkan dalam buret dalam bentuk larutan.
Konsentrasi larutan yang tidak diketahui (analit) kemudian dihitung,
maka syaratnya adalah reaksi harus berlangsung secara cepat, reaksi berlangsung
kuantitatif dan tidak ada reaksi samping, selain itu jika reagen penitrasi yang
diberikan berlebih, maka harus dapat diketahui dengan suhu indicator.
NaOH (natrium
hidroksida)
Natrium hidroksida
(NaOH),
juga dikenal sebagai soda kaustik
atau sodium hidroksida, adalah
sejenis basa
logam kaustik. Natrium Hidroksida terbentuk dari oksida basa
Natrium Oksida dilarutkan dalam air. Natrium hidroksida membentuk larutan alkalin
yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air. Ia digunakan di berbagai macam bidang
industri, kebanyakan digunakan sebagai basa dalam proses produksi bubur
kayu dan kertas,
tekstil,
air minum,
sabun
dan deterjen.
Natrium hidroksida adalah basa yang paling umum digunakan dalam laboratorium
kimia. Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk
pelet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50%. Ia bersifat lembap cair dan
secara spontan menyerap karbon
dioksida dari udara bebas. Ia sangat larut
dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan. Ia juga larut dalam etanol
dan metanol,
walaupun kelarutan NaOH dalam kedua cairan ini lebih kecil daripada kelarutan KOH.
Ia tidak larut dalam dietil
eter dan pelarut non-polar lainnya. Larutan
natrium hidroksida akan meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas.
H2C2O4 (Asam oksalat)
Asam oksalat adalah asam
dikarboksilat yang hanya terdiri dari dua atom C pada masing-masing molekul,
sehingga dua gugus karboksilat berada berdampingan. Karena letak gugus
karboksilat yang berdekatan, asam oksalat mempunyai konstanta dissosiasi yang
lebih besar daripada asam-asam organik lain. Besarnya konstanta disosiasi (K1)
= 6,24.10-2 dan K2 = 6,1.10-5). Dengan keadaan yang demikian dapat
dikatakan asam oksalat lebih kuat daripada senyawa homolognya dengan rantai
atom karbon lebih panjang. Namun demikian dalam medium asam kuat (pH <2)
proporsi asam oksalat yang terionisasi menurun.
D.
Alat dan Bahan
Alat :
1 .Beaker glass
2 .Buret
3. Labu ukur 100 ml
4. Erlenmenyer
5. Pipet tetes
6. Batang pengaduk
7. Sendok plastik
8. Botol semprot
9. Statif
10. Klem
11. Kaca arloji
12. Boadsheet
1 .Beaker glass
2 .Buret
3. Labu ukur 100 ml
4. Erlenmenyer
5. Pipet tetes
6. Batang pengaduk
7. Sendok plastik
8. Botol semprot
9. Statif
10. Klem
11. Kaca arloji
12. Boadsheet
13.
Neraca analitik digital
14.
Pipet gondok 25 ml
15.
Corong
Bahan :
1. Asam Oksalat (H2C2O4)
2. Natrium Hidroksida (NaOH)
3. Indikator Phenolphtalien (PP)
4. Aquades
5. Tisu
E.
Cara Kerja
1.
Pembuatan Larutan Asam Oxalat (H2C2O4)
a.
Siapkan alat dan bahan yang
diperlukan.
b.
Bilas alat gelas dengan menggunakan
aqudes masing-masing sebanyak 3 kali, kecuali botol
timbang.
c.
Menimbang asam oksalat dengan menggunakan neraca
analitik digital. Langkah menimbang :
1)
Menyiapkan alat dan bahan yang
digunakan untuk proses penimbangan.
2)
Menghubungkan neraca dengan daya listrik untuk proses warming-up selama
5-10 menit.
3)
Menghidupkan neraca dengan menekan tombol ON. Pastikan neraca dalam
keadaan datar.
4)
Memastikan neraca dalam keadaan 0,00 g, jika belum maka menekan tombol
zero untuk mengenolkan.
5)
Meletakan botol timbang dan tutup
botol ( dalam posisi di miringkan) di dalam neraca.
6)
Mencatat berat setelah skala
menunjukan stabil.
7)
Melakukan perhitungan secara tepat.
8)
Meletakan asam oksalat secara
kontinyu dengan menggunakan sendok.
9)
Menghentikan penambahan pada kurang lebih 10 % berat yang ditimbang.
10) Mencatat
berat jika neraca sudah dalam posisi stabil.
d.
Tambahkan aquades pada botol timbang
yang berisi H2C2O4 sekitar ¼ sampai
1/3 volume botol timbang.
e.
Aduk dengan menggunakan pengaduk
agar homogen.
f.
Pindahkan larutan ke dalam labu ukur 100 ml yang telah dipasang corong yang disisipkan tisu.
g.
Tempelkan ujung batang
pengaduk ke dinding corong. Jangan lupa ketika menuang, alirkan melalui batang pengaduk.
h.
Ulangi sampai benar-benar tidak ada
zat yang tersisa di dalam botol timbang.
i.
Bilas corong dengan
aquadest (semprot dinding corong secara mengeliling), kemudian letakan dalam
posisi tengkurap.
j.
Tambahkan aquades dan dikocok, tambahkan
sampai 0,5 cm dibawah tanda tera.
k.
Lalu keringkan batang labu ukur
dengan menggunakan kertas saring.
l.
Tambahkan aquades sampai miniskus
bawah tepat mengenai tanda tera dengan menggunakan pipet tetes.
m. Setelah itu,
tutup labu ukur dan homogenkan.
n.
Pindahkan larutan ke dalam labu erlemeyer sebanyak 25 ml menggunakan pipet volume.
2.
Pembuatan larutan standardisasi larutan NaOH 0.1 N dengan asam oksalat 0.1 N
a.
Siapkan alat dan bahan yang akan
digunakan dalam proses titrasi.
b.
Membilas buret sebanyak 3 kali dengan
menggunakan aquades kemudian dibilas dengan menggunakan larutan NaOH 0,1 N
c.
Memasang buret pada statif.
d.
Memasang corong pada buret dan
masukan larutan NaOH ke dalam buret. Catat volume awal sebelum dilakukan
titrasi.
e.
Meletakan labu erlenmeyer yang terisi larutan asam oxalate 0,1 N dan penambahan aquades 25 ml juga 3 tetes indikator PP 1%.
f.
Titrasi dengan NaOH 0.1 N. Saat proses
titrasi tangan kiri memutar dan mengatur kran buret dan tangan kanan
mengoyangkan labu Erlenmeyer, jika warna berubah menjadi rose tipis hentikan penambahan
NaOH dengan menutup kran.
g.
Setelah berubah catat volume
akhir titrasi, kemudian hitung hasil akhir titrasi.
F.
Hasil
praktikum
1.
Menimbang Asam oksalat dengan neraca
analitik digital.
Benda yang
ditimbang
|
Berat
|
Botol timbang
|
16,5850 gr
|
Asam Oksalat
|
0.63 gr
|
Berat total
|
17, 2150 gr
|
Benda yang
ditimbang
|
Berat
|
Botol
timbang
|
16,5850 gr
|
Asam Oksalat
|
0, 662 gr
|
Berat total
|
17, 2472 gr
|
2.
Membuat larutan asam oksalat 0,1 N
100 ml.
Terbentuk larutan asam oksalat 0,1 N sebanyak 100 ml
dari hasil pelarutan.
3.
Titrasi
1)
Volume
Awal = 47,55 ml
Volume Akhir = 19,75 ml
Volume Akhir Titrasi = 47,55 – 19,75 =27,80 ml
2)
Volume
Awal = 43,13 ml
Volume Akhir = 15,75 ml
Volume Akhir Titrasi = 43,13 – 15,75 = 27,38 ml
3)
Volume
Awal = 35,87 ml
Volume Akhir = 8,73 ml
Volume Akhir Titrasi = 35,87 – 8,73 = 27,14 ml
G.
Pembahasan
1. Titrasi adalah pengukuran suatu
larutan dari suatu reaktan yang dibutuhkan untuk bereaksi sempurna dengan
sejumlah reaktan tertentu lainnya. Titrasi juga merupakan suatu metoda untuk
menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui
konsentrasinya. Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai “titran” dan
biasanya diletakan di dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui
konsentrasinya disebut sebagai “titer” dan biasanya diletakkan di dalam
“buret”. Baik titer maupun titrant biasanya berupa larutan. Percobaan kali ini
menggunakan titrasi asam basa karena melibatkan reksi asam basa / reaksi
penetralan .Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun
titrant. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan
sebaliknya.
2. Titran ditambahkan titer sedikit
demi sedikit sampai mencapai keadaan ekuivalen ( artinya secara stoikiometri
titrant dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai “titik
ekuivalen” dimana larutan hanya mengandung garam dan air.
3. Pada
percobaan ini digunakan asam oksalat untuk membuat larutan baku primer, yaitu
larutan yang dibuat dengan ketelitian tinggi. Larutan ini digunakan untuk
standarisasi larutan NaOH.
4.
Digunakannya indikator PP (fenolfthalein) dikarenakan trayek pH indicator PP adalah 8,3 – 10 dimana trayek pH ini
adalah dekat dengan pH titik ekuivalen titrasi HCl-NaOH yaitu pada pH 7.
Pemilihan indicator yang baik adalah setidak-tidaknya antara -1 pH titik
ekuivalen sampai dengan +1 pH titik ekuivalen.
5. Perhitungan
Asam Oksalat 0.1 N , 100 ml
BM = 126, BE = 63
a. Menentukan valensi asam oksalat (H2C2O4)
n
= BM/BE
= 126/63
= 2
b.
Menentukan
massa H2C2O4
N = n M
N = n x gr/Mr.L
0,1= 2 x gr/126 x 0,1
gr = 1,26/2
= 0,63 gr
c.
Menentukan
normalitas H2C2O4
n
= BE/BM
= 126/63
= 2
N= gram/BM X 100/Volume x valensi
= 0,6622/126 x 1000/100 x 2
= 0,1051 N
d. Menentukan normalitas NaOH dalam
titrasi.
Titrasi 1 :
mek
NaOH = mek H2C2O4
27,80 x N = 25 ml x 0,1051
N = 2,6275/27,80
=
0,0945 N
Titrasi 2 :
mek
NaOH = mek H2C2O4
27,38 x N = 25 ml x 0,1051
N = 2,6275/27,38
=
0,0959 N
Titrasi 3:
mek NaOH = mek H2C2O4
27,14 x N = 25 ml x 0,1051
N = 2,6275/27,14
= 0,0968 N
e.
Menentukan
normalitas rata-rata.
NX =( 0,0945+0,0959+0,0968)/3
= 0,0957 N
f.
Menentukan
rata-rata selisih.
Rata- rata selisih = (N1 -NX)+ (N2-NX)+ (N3-NX)/3
= ( 0,0945-0,0957)+( 0,0959-0,0957)-( 0,0968-0,0957)/3
= 0,0012+0,0002+0,0011 /3
= 0,0008 N
g.
Menentukan
volume selisih.
% V selisih = 0,0008/0,0957 x 1000 btr
=8,360 btr
H.
Kesimpulan
1.
Pengambilan
volume larutan asam oksalat 0,1 N harus tepat 25 ml oleh karena itu pengambilan
menggunakan pipet volum.
2.
Untuk
membuat larutan asam oksalat 0,1 N ditimbang 0,63 gr asam oksalat padat dalam
100 ml aquades.
3.
Untuk larutan asam oksalat 0.1 N ditambahkan aquades 25
ml dan 3 tetes indikator PP 1%, kemudian dititrasi dengan larutan NaOH
0.1 N maka akan berubah warna menjadi rose tipis.
4. Pada titrasi pertama didapatkan volume awal sebanyak 47,5 ml dan
volume akhir 30,2 ml sehingga didapat volume titrasi 17,3 ml. Pada titrasi
kedua didapatkan volume awal sebanyak 43,00 dan volume akhir 25,5 sehingga volume titrasi 17,5 ml.
I.
Daftar pustaka
Underwood.R.A
Day, JR.2002. Analisis Kimia Kuantitatif,
edisi 6,Jakarta: Gramedia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar